a.burastabs, a.burastabs:link, a.burastabs:visited {display:block; width:102px; height:30px; background:#444444; border:1px solid #ebebeb; margin-top:2px; text-align:center; text-decoration:none; font-family:arial, sans-serif; font-size:12px; font-weight:bold;color:#FFFFFF; line-height:25px; overflow:hidden; float:left;} a.burastabs:hover {color:#FFFFFF; background:#666666;} #burasbar {width:auto; margin:0 auto;}

Kamis, 27 Oktober 2011

filsafat al-farobi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
 Istilah filasat dapat ditinjau dari dua segi yaitu: segi simantik dimana dalam hal ini perkataan filsafat berasal dari kata arab falsafah yang berasal dari bahasa yunani  philosophia” yang berarti philo adalah cinta, suka loving dan Sophia berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan/cinta kepada kebenaran, maksudnya setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa arabnya failsauf. Pecinta pengatahuan adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya atau dengan perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
 Sedangkan dilihat dari segi praktisnya filsafat berarti alam fikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berfikir, namun tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “semua manusia adalah filsuf”. Semboyan ini dibenarkan karena semua manusia berfikir, tetapi secara umum semboyan ini tidak bisa dibenarkan dengan alasan tidak semua manusia yang berfikir adalah filsuf.
 Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana riwayat hidup, karya dan pandangan filsafatnya ?
2.      Bagaimana pemikiran tentang Tuhan ?
3.      Bagaimana sifat Tuhan ?
4.      Bagaimana pembuktian adanya Tuhan ?
5.      Bagaimana teori emanasi Al-Faidi ?
6.      Bagaimana teori kenegaraan Al-Farabi?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Riwayat hidup, karya dan pandangan filsafatnya
2.      Pemikiran tentang Tuhan
3.      Sifat Tuhan
4.      Pembuktian adanya Tuhan
5.      Teori Emanasi Al-Faidi
6.      Teori kenegaraan Al-Farabi

D.    Manfaat/Kegunaan
1.      Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi penulis.
2.      Sebagai tambahan literatur perpustakaan dari aspek pendidikan sehingga bisa dijadikan referensi untuk penulisan selanjutnya.














BAB II
PEMBAHASAN

1.      Riwayat Hidup, Karya Dan Pandangan Filsafatnya.
  Al-Farabi mempunyai nama lain Abu Nashr Ibnu Nudash Ibu Thorham Alfarobi (870-950m) beliau adalah seorang muslim keturunan pasri.yang didirikan di kota Farab (Turkestan), anak Muhammad ibu Auzalgh seorang panglima perang parsi kemudian berdiam di Damsyik. Alfarobi belajar di Baghdad dan Harram. Kemudian ia pergi ke Suria dan Mesir.
 Sebutan Al-farabi diambil dari nama kota farab, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870M). Sejak kecilnya Al-farabi suka belajar dan ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa yang dikuasainya antara lain bahasa Iran, Turkestan dan Kurdistan.
 Setelah besar Al-farabi meninggalkan negerinya untuk menuju kota Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya untuk belajar antara lain pada Abu Bisyr Bin Mathus selama berada di Baghdad, ia memusatkan pada ilmu logika. Sesudah itu ia pindah ke Harram salah satu pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil untuk berguru pada Yuhanna ibnu Lilah, tetapi tidak lama kemudian ia meninggalkan kota itu untuk kembali ke Baghdad dan untuk mendalami filsafat sesudah ia menguasai ilmu mantik (logika) ia berdiam di Baghdad selama 30 tahun.
 Pada tahun 350H (941M) ia pindah ke Damsyik, dan disini ia mendapat kedudukan yang baik dari Saifuddin. Khalifah Dinasti Hamdan di Halab (Aleppo). Sehingga ia diajak turut serta dalam suatu pertempuran untuk merebut kota Damsyik, kemudian ia menetap di kota ini sampai wafatnya pada tahun 337H (950M) pada usia 80 tahun.
       Sebagian besar karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato dan Galenus, dalam bidang-bidang logika, fisik dan metafisika.


Diantara karangan-karangannya antara lain adalah:
  1. Aqhadlu ma ba’da at-thabi’ah
  2. Al-Jami’u Baina Ra’yai Al-Hakimain (mempertemukan pendapat kedua filusuf, maksudnya Plato dan Arestteles)
  3. Tahsil As-Sa’adah (mencari kebahagiaan)
  4. U’yun Ul-Masail (pokok-pokok persoalan)
  5. Ara-u Ahli Madinah Al-Fadilah (pikiran-pikiran penduduk kota utama negeri utama)
  6. Ih-Shan Al-Ulum (statistik ilmu)
Dalam buku terakhir ini Al-Farabi membicarakan macam-macam ilmu dan bagian-bagiannya, yaitu ilmu bahasa (ilmu al-lisan), ilmu mantik, ilmu matematika (at-taalim), ilmu fisika (al-ilmu at-tabi’i), ilmu keTuhanan (al-ilmu al-ilahi), ilmu kekotaan (al-ilmu al-madani), ilmu fiqih (ilmu al-fiqh) dan ilmu kalam. Dan masalah kefilsafatan sebenarnya telah dibahas dan dicarikan pemecahannya soal manusia mampu menggunkan akal pikirannya. Diantara persoalan-persoalan filsafat yaitu masalah keTuhanan yang termasuk dalam pembahasan metafisika.
Kemudian pemikiran tentang keTuhanan dilanjutkan oleh para pemikir berikutnya dari masing-masing filosof atau tiap-tiap aliran merumuskan konsepsi keTuhanan yang sesuai dengan keyakinannya. Diantara berkisar pemikiran itu ada yang saling bertentangan atau berbeda pendapat tetapi ada pula yang saling melengkapi.
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme dengan pemikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syi’ah Imaniah. Misalnya dalam soal mantik dan filsafat fisika ia mengikuti aristoteles, dan dalam soal etika dan politik ia mengikuti plato, dan dalam metafisika ia mengikuti platinus. Selain itu Al-Farabi adalah seorang filsuf sinkretisme (pemadu) yang percaya akan kesatuan (ketunggalan) filsafat.
Antara Al-Farabi dengan golongan Ikhwanushafa, sebagai golongan syi’ah eksrtim, terdapat pandangan yang sama yaitu, bahwa kebenaran itu hanya satu, sedangkan perbedaan pendapat dan aliran hanyalah dalam lahirnya saja. Batinnya yaitu hakikat yang satu, hanya dapat diketahui oleh filsof-filsof dan orang-orang yang mendalam pengetahuannya.

2.      Pemikiran Tentang Tuhan
Sebelum membicarakan tentang hakikat Tuhan dan sifat-sifatnya terlebih dahulu memberi wujud yang ada kepada dua bagian, yaitu:
a.       Wujud yang mumkin atau wujud yang nyata karena lainnya (wajibul wujud lighairihi), seperti wujud cahaya yang tidak akan ada, kalau sekiranya tidak ada matahari  cahaya itu sendiri menurut tabiatnya bisa wujud yang mungkin, maka cahaya tersebut menjadi wujud yang nyata (wajib) karena matahari . wujud yang mungkin tersebut menjadi bukti adanya sebab yang pertama  (Tuhan), karena segala yang mumkin harus berakhir kepada sesuatu wujud yang nyata dan yang pertaa kali ada .
b.      Wujud yang nyata dengan sendirinya (wajibul wujud lidzatihi) adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri menghendaki wujudnya, yaitu wujud yang apabila diperkirakan tidak ada, maka akan timbul kemuslihatan sama sekali. Ia adalah sebab yang pertama bagi semua wujud. Wujud yang wajib tersebut dinamakan Tuhan.
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa sesuatu sebab atau wujud yang mulia, yang tidak berawal dan tidak berakhir, sebagai sebab pertama berarti Tuhan tidak ada yang mengawali, Tuhan juga wujud yang paling mulia, karena tidak memerlukan yang lain.

3.      Sifat Tuhan
Tuhan adalah zat yang maha mengetahui (Al-Alim) tanpa memerlukan sesuatu yang lain untuk dapat mengetahui. Jadi Tuhan cukup dengan zat-Nya sendiri untuk mengetahui dan diketahui.
      Menurut Al-Farabi tidak ada perbedaan antara sifat Tuhan dengan zat (substansi) Tuhan, sifat Tuhan yang berarti pula ubstansi Tuhan, kesatuan antara sifat-sifat dan substansi Tuhan itu. Sebenarnya untuk menjelaskan bahwa Tuhan itu benar-benar esa, sebab bila dipisahkan antara sifat dan substansinya, akan menunjukkan bahwa Tuhan tidak esa lagi.
      Akal murni itu esa adanya dengan arti bahwa dengan akal itu berisi satu pikiran saja. Yakni senantiasa memikirkan dirinya sendiri. Jadi Tuhan itu adalah akal yang aqli (berfikir) dan ma’qul (difikirkan).
      Tuhan juga substansi yang maha mengetahui, untuk dapat mengetahui, Tuhan tidak memerlukan sesuatu yang lain, juga untuk mengetahui substansinya tidak perlu diketahui oleh sesuatu yang lain. Jadi untuk dapat mengetahui dan diketahui Tuhan terlepas dari sesuatu yang lain, cukup hanya dengan ilmunya yang merupakan substansinya. 

4.      Pembuktian Adanya Tuhan
 Dalam membuktikan adanya Tuhan ada beberapa dalil yang dapat digunakan sebagai dalil ontologi dan dalil kosmologi. Para pemikir Yunani menggunakan dalil-dalil tersebut (ontology, teologi dan kosmologi). Diantara dalil yang banyak dipakai adalah dalil ciptaan atau dalil kosmologi menurut istilah metafisika.
        Dalil kosmologi melihat alam sebagai makhluk suatu akibat yang terakhir dalam rangkaian sebab dan akibat. Selanjutnya, sebab pertama yang dicapai oleh rentetan sebab-akibat itu dengan sendirinya bukan merupakan akibat. Jadi sebab pertama itu merupakan kesudahan dari rentetan hubungan sebab dan akibat. Al-farabi dalam membuktikan adanya Tuhan menggunakan dalil penciptaan ini, bertitik tolak dari kenyataan yang disentuh dengan panca indra  (makhluk) untuk kemudian sampai kepada pangkat pertama atau dari wujud yang mungkin kepada wujud yang wajib.
       Al-farabi menggunakan dalilnya atas dasar pemikiran mungkin dan wajib. Menurut Al-farabi “setiap sesuatu yang ada pada dasarnya ada kemungkinan ada nya” dan “ada pula wajib adanya”.
       Segala sesuatu yang ada, pada dasarnya hanya mempunyai dua keadaan, pertama ada sebagai kemungkinan disebut dengan wujud yang mungkin, kedua ada sebagai keharusan disebut dengan wujud yang wajib. Dalam keadaan yang pertama adanya ditentukan oleh ada yang lain. Dan keadaan yang kedua adanya tanpa sesuatu yang lain atau ada dengan sendirinya dan sebagai keharusan.

5.      Teori Emanasi (Al-Faidi)
 Al-Faidh (Emanasi) menurut Al-Farabi adalah semacam teori emanasi yang dikeluarkan platinus. Dan teori ini membahas tentang keluarnya sesuatu wujud yang mungkin  (alam makhluk) dari zat yang mesti adanya Tuhan (zat yang wajibul wujud). Dasar adanya emanasi adalah karena dalam pemikiran Tuhan dan pikiran akal. Akal terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan. Dalam alam manusia sendiri, apabila kita memikirkan sesuatu maka tergeraklah kekuatan badan untuk mengusahakannya atau wujudnya.
       Wujud pertama yang keluar dari Tuhan disebut akal pertama yang mengandung dua segi, yaitu:
  1. Segi hakikatnya sendiri, yaitu wujud yang mungkin .
  2. Segi lain yang wujudnya nyata dan yang terjadi karena adanya Tuhan sebagai zat yang menjadikannya.

6.      Teori Kenegaraan Al-Farabi
 Pokok filsafat kenegaraan Al-Farabi ialah autokrasi dengan seorang raja yang berkuasa mutlak mengatur Negara. Disini nyata teori kenegaraannya itu parallel dengan filsafat metafisikanya tentang kejadian alam (emanasi yang bersumber pada yang satu). Menurut al-farabi Negara yang utama (Al-Madinatul Fadilah) ialah kota (negara) yang warga-warganya tersusun menurut susunan alam besar (makrokosmos) atau menurut susunan alam kecil (mikrokosmos).





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
  Abu Nasr Muhammad Al-farabi (870-950M). Beliau adalah seorang muslim keturunan parsi, yang didirika dikota Farab (Turkestan), anak Muhammad ibu Auzalgh seorang panglima perang parsi kemudian berdiam di Damsyik. Sebutan Al-farabi diambil dari nama kota farab, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870M). Ayahnya seorang Iran dan kawin dengan wanita Turkestan. Kemudian ia menjadi perwira tentara Turkestan. Karena itu, Al-farabi dikatakan berasal dari keturuna Turkestan dan kadang juga dikatakan keturunan Iran.
        Sebagian besar karangan Al-farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat aristoteles, plato dan galenus, dalam bidang-bidang logika, fisik dan metafisika. Diantara karangan-karangannya antara lain adalah:
Ø  Aqhadlu ma ba’da at-thabi’ah
Ø  Al-jami’u baina ra’yai al-hakimain (mempertemukan pendapat kedua filusuf, maksudnya plato dan arestteles)
Ø  Tahsil as-sa’adah (mencari kebahagiaan)
Ø  U’yun ul-masail (pokok-pokok persoalan)
Ø  Ara-u ahli madinah al-fadilah (pikiran-pikiran penduduk kota utama negeri utama)
Ø  Ih-shan al-ulum (statistik ilmu)
 Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa sesuatu sebab atau wujud yang mulia, yang tidak berawal dan tidak berakhir, sebagai sebab pertama berarti Tuhan tidak ada yang mengawali, Tuhan juga wujud yang paling mulia, karma tidak memerlukan yang lain.
Tuhan adalah zat yang maha mengetahui (al-alim) tanpa memerlukan sesuatu yang lain untuk dapat mengetahui. Jadi Tuhan cukup dengan zatnya sendiri untuk mengetahui dan diketahui.
 Segala sesuatu yang ada, pada dasarnya hanya mempunyai dua keadaan, pertama ada sebagai kemungkinan disebut dengan wujud yang mungkin, kedua ada sebagai keharusan disebut dengan wujud yang wajib. Dalam keadaan yang pertama adanya ditentukan oleh ad yang lain. Dan keadaan yang kedua adanya tanpa sesuatu yang lain atau ada dengan sendirinya dan sebagai keharusan.
 Menurut teori emanasi Al-farabi disebutka bahwa Tuhan itu Esa sama sekali. Karena itu yang keluar dari padanya juga satu wujud saja sebab emanasi itu timbul karena pengetahuan (ilmu) Tuhan terhadap zatnya yang satu. Dasar adanya emanasi adalah karena dalam pemikiran Tuhan dan pikiran akal. Akal terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan.
Pokok filsafat kenegaraan al-farabi ialah autokrasi dengan seorang raja yang berkuasa mutlak mengatur Negara. Disini nyata teori kenegaraannya itu parallel dengan filsafat metafisikanya tentang kejadian alam (emanasi yang bersumber pada yang satu).
















DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung. 1999
Sudarsono, Filsafat Islam, PT. Rineka Cipta, Jakarta. 2004
















MAKALAH
IMPLIKASI SHOLAT PADA KEHIDUPAN SOSIAL








Disusun oleh:
KIPTIYAH
MAISARAH
NAFILAH
NUR AINI
NURHAYATI NINGSIH
RUMYATI
SISKAWATI
ST. HINDUN
ST. ATUN


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AL-KHAIRAT PAMEKASAN
2010
Kata Pengantar

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta nikmatnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Implikasi Sholat pada Kehidupan Sosial”. Walaupun dalam wujud penulisan yang sederhana.
Shalawat dan salam mudah-mudahan tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. Yang telah mengantarkan manusia menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami banyak mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini sampai selesai, terutama kepada guru pembimbing kami yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Segala kesempurnaan datangnya dari Allah SWT. Oleh karena itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harap dari pembaca demi sesuatu yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi kita semua umumnya.

Pamekasan, 01 Januari 2010
   Penulis



          Kelompok II

Daftar Isi

Halaman Sampul
Kata Pengantar..................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang......................................................................................... 1
  2. Rumusan Masalah.................................................................................... 3
  3. Tujuan Penulisan...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kehidupan Sosial................................................................... 4
  2. Beberapa Sudut Pandang Tentang Pengertian Sholat.............................. 6
  3. Implikasi Sholat dalam Kehidupan Sosial................................................ 6
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan.............................................................................................. 10
  2. Saran ....................................................................................................... 10
Daftar Pustaka..................................................................................................... 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar